Friday 19 August 2016

Akankah Guru Hanya Sebagai Pengajar, Bukan Pendidik?

Kewajiban seorang guru adalah mendidik siswa-siswa yang diajar dengan ilmu pengetahuan, kedisiplinan, tingkah laku dan moral  sebagai bekal bagi siswa untuk meraih masa depan yang baik bagi murid.

Berbagai macam tingkah dan prilaku siswa yang harus dihadapi oleh para guru dalam melaksanakan proses pendidikan, sehingga membuat para guru menerapkan berbagai macam cara yang berbeda pada siswa didiknya. Bagi siswa yang mentaati aturan serta memiliki disiplin tinggi akan berbeda dengan siswa yang bandel serta sering membuat pelanggaran di sekolah.

Berkembangnya kebebasan mengeluarkan pendapat diiringi dengan pesatnya kemajuan teknologi membuat terhalangnya proses pendidikan yang diberikan oleh guru kepada murid sehingga terjadi degradasi mental calon generasi penerus bangsa.

Pernyataan guru sebagai pendidik agaknya kini sudah tidak berlaku lagi, hal ini disebabkan oleh beberapa kejadian-kejadian yang sangat mengenaskan yang dialami oleh guru-guru di negara tercinta kita ini.

Saat ini menjadi seorang tenaga pendidik (guru) adalah sebuah profesi mulia dengan resiko tinggi, yaitu resiko menjadi seorang terpidana karena mendidik muridnya dengan keras atau bahkan seorang guru harus siap dianiaya oleh wali murid karena tidak terima atas perlakuan tehadap anaknya.

Bagi mereka yang tidak setuju, tentu ini merupakan tindakan yang berlebihan. Apalagi bagi mereka yang tumbuh di era 80-90 an. Guru mendidik dengan cara agak keras seperti mencubit, memukul, atau menjemur adalah sesuatu yang lumrah. Selama itu dalam batas wajar tentunya.

 “Waktu saya sekolah dulu orangtua saya sering datang berterima kasih kepada guru jika guru menghukum saya. Sekarang moral rontok,” ujar pakar hukum, Mahfud MD ikut berkomentar via akun Twitternya beberapa waktu yang lalu.

Berikut ini adalah beberapa kejadian yang menimpa profesi guru dalam menjalankan tugasnya:

1. Guru dianiaya wali murid dan siswanya.

Seorang guru Sekolah Menengah Kejuruan Negeri 2 Makassar, Dasrul, dianiaya orang tua murid. Insiden pemukulan berawal saat siswa sekolah itu MAS, 15 tahun, ditegur oleh Dasrul saat mengikuti pelajaran gambar teknik. Saat itu, MAS tak membawa alat gambar. MAS lalu kembali masuk ke ruangan tapi langsung dimarahi oleh gurunya.

Saat itulah, Dasrul lalu memukul siswanya tepat di bagian muka. Akibat pemukulan gurunya, MAS mengalami luka memar di pipi kiri dan batang hidungnya. MAS lalu menghubungi ayahnya, Adnan Achmad, 43 tahun, dan menceritakan kejadian yang dialaminya di sekolah.

Adnan yang mendapat kabar itu langsung menuju sekolah anaknya. Kebetulan di halaman sekolah sudah ada Dasrul yang langsung menemui Adnan. Cekcok mulutpun tidak bisa dihindari dan Wali murid beserta anaknya langsung menganiaya guru.Akibat pengeroyokan tersebut, Dasrul mengalami luka-luka akibat penganiayaan dan melaporkan kejadian tersebut pada pihak berwajib.

2. Guru Samhudi dituntut 6 bulan penjara karena mencubit siswanya

Guru asal Sidoarjo, Jawa Timur, Muhammad Samhudi dibawa ke meja hijau setelah dlaporkan karena mencubit muridnya.

Kejadian tersebut berawal ketika Samhudi menghukum muridnya yang tidak mengerjakan shalat dhuha di sekolah, akitanya orang tua murid tidak terima dan melaporkan Samhudi ke pihak kepolisian. Saat ini Samhudi dalam proses menjalani siding tuntutan dan menunggu vonis dari pengadilan.

3. Guru SD diadili karena pukul muridnya pakai penggaris.

Pada Juli 2010, Rahman, seorang guru di sebuah SD di Banyuwangi, Jawa Timur, harus berurusan dengan pengadilan setelah memukul anak didiknya menggunakan penggaris.
Kejadian bermula ketika Rahman melihat siswinya menangis setelah dipukul dan ditendang oleh temannya. Ternyata yang mengalami hal tersebut ada juga 3 siswi lainnya. Lantas Rahman memanggil siswa yang melakukan hal tersebut dan meminta berdiri di depan kelas. Setelah ditanya, siswa tersebut mengakui perbuatannya. 

Berniat menghukum siswa itu, Rahman lalu memukul kaki siswa tersebut dengan penggaris. Pulang sekolah, si siswa itu melapor ke ibunya dan ibunya tidak terima. Atas hal ini, pihak keluarga melaporkan kasus ini ke polisi. Jaksa lalu mendakwa Rahman dengan UU Perlindungan Anak. Dengan bukti-bukti yang ada, jaksa menuntut Rahman untuk dipenjara selama 5 bulan.

Tapi beruntung bagi Rahman, majelis hakim berpendapat lain. Menurut majelis hakim, pemberian sanksi berupa pemukulan pada betis kanan dan kiri bagian belakang dengan menggunakan penggaris kayu masih sesuai dengan kaedah pendidikan. Setelah dipertimbangkan, majelis hakim memutuskan untuk membebaskan sang guru.

Sebelumnya pihak sekolah juga sudah berusaha mempertemukan masalah ini lewat jalur mediasi. Dalam pertemuan itu, Rahman telah meminta maaf kepada keluarga siswa tersebut tapi keluarga siswa memilih mengambil langkah hukum.

4. Guru honorer diadili karena mencukur rambut muridnya.

Aop Saopudin, seorang guru honorer SDN Penjalin Kidul V, Majalengka, Jawa Barat harus berurusan dengan hukum hanya gara-gara mencukur rambut murid didiknya.

Kejadian konyol ini terjadi pada Maret 2012. Saat itu, Aop Saopudin melakukan razia rambut gondrong. Dalam razia itu, didapati 4 siswa yang berambut gondrong yaitu AN, M, MR dan THS. Aop lalu melakukan tindakan disiplin dengan memotong rambut THS ala kadarnya sehingga gundul tidak beraturan.

Sepulang sekolah, THS menceritakan hukumannya itu ke orangtuanya, Iwan Himawan. Atas laporan itu, Iwan tidak terima dan mendatangi sekolah. Iwan marah-marah dan mengancam balik Aop. Gilanya lagi, Iwan mencukur balik rambut sang guru sebagai tindakan balasan.
Namun tak puas sampai disitu saja, Iwan juga melaporkan Aop ke pihak berwajib. Guru honorer itu pun dikenakan pasal berlapis yaitu tentan Perlindungan Anak dan tentang Perbuatan Tidak Menyenangkan. Atas tuntutan itu, pengadilan negeri akhirnya menjatuhkan hukuman percobaan. Yaitu dalam waktu 6 bulan setelah vonis jika tidak mengulangi perbuatan pidana, maka tidak dipenjara. Tapi jika berbuat pidana, maka langsung dipenjara selama 3 bulan.

Namun beruntung bagi sang guru. Setelah mengajukan kasasi, Mahkamah Agung membebaskan Aop dari semua dakwaan dan menyatakan apa yang dilakukan Aop tidak melanggar hukum apa pun.

Tiga hakim agung yaitu Salman Luthan, Syarifuddin, dan Margono menyatakan Aop sebagai guru mempunyai tugas untuk mendisiplinkan siswa yang rambutnya sudah gondrong.

Apa yang dilakukan Aop sudah menjadi tugasnya dan bukan merupakan suatu tindak pidana. Oleh karena itu, Aop tidak dapat dijatuhi pidana karena bertujuan untuk mendidik.

5. Guru SMP harus mendekam dipenjara gara-gara mencubit muridnya.

Nurmayani Guru biologi SMPN 1 Bantaeng, Sulawesi Selatan, dipenjara karena mencubit murid didiknya. Kejadian ini bermula saat Agustus 2015 silam, Nurmayani memanggil dua orang siswi bernama Tiara dan Virgin ke ruangan Bimbingan Konseling karena bermain air sisa pel lantai.

Saat berada di ruang BK, Nurmayani langsung menghukum keduanya. Ia lantas mencubit kedua paha Tiara. Namun Tiara mengaku guru biologi itu tak hanya mencubit, tetapi juga memukul dada dan pipi Tiara. Nurmayani juga menyebut Tiara sebagai anak setan.

Tak terima dengan hukuman sang guru, Tiara pun mengadu kepada ayahnya yang merupakan anggota polisi.  Akhirnya ayah Tiara, Ipda Irwan Efendi melaporkan perbuatan Nurmayani kepada Polres Bantaeng.

Pihak Kepolisian awalnya sudah mengupayakan mediasi namun keduanya menolak dengan cara damai sehingga kasus ini dilanjutkan sampai ke jaksa. Sang guru akhirnya menjadi tahanan titipan Kejaksaan Negeri Bantaeng di rutan sejak Kamis (12/5), sambil menunggu kasusnya disidangkan di pengadilan.

6. Pak Guru Arsal masuk jeruji besi akibat menghukum muridnya. 

Setelah Nurmayani dipenjara, kini giliran guru Pendidikan Agama Islam di SMP Negeri 3 Bantaeng, Muhammad Arsal masuk ke jeruji besi. Kasus Arsal, sama dengan Nurmayani, sama-sama diduga melakukan tindak kekerasan terhadap anak didik di sekolah.

Kejadiannya bermula pada Februari 2016 lalu, ketika itu Arsal mengajari siswanya tata cara salat termasuk siswa bernama Israq. Namun Israq membuat ulah yang menimbulkan kegaduhan dan mengganggu siswa lainnya. Akibatnya sang guru kesal dan menghukum Israq dengan cara memukulnya.

Tak terima, orangtua Israq akhirnya melaporkan perbuatan Arsal kepada pihak berwajib. Pasalnya dari hasil visum, membuktikan jika terjadi pemukulan yang membuat luka di bagian mulut. Berbagai upaya mediasi sudah dilakukan pihak kepolisian, namun pihak orangtua siswa Israq tetap menolak. Pak guru Arsal pun kini harus tetap menjalani proses hukum.

Dari beberapa kejadian tersebut mari kita renungkan, mengapa sampai terjadi hal seperti beberapa kejadian itu?

Perananan orang tua / wali muridlah yang menjadi kunci, jika orang tua menyerahkan pendidikan sepenuhnya kepada sekolah, maka kejadian-kejadian seperti ini tidak perlu terjadi.  Sebelum anak-anak mengenyam pendidikan atau masuk sekolah, orang tua pasti lebih mengetahui karakter dan tingkah laku anaknya masing-masing sehingga sebagai orang tua harus rela dan menerima jika anaknya yang berprilaku nakal/bandel mendapat hukuman karena melanggar peraturan/berbuat onar, seperti kata pepatah tidak mungkin ada asap jika tidak ada api.

Sebagai orang tua jika menyadari prilaku anak tidak baik/nakal tetapi orang tua tidak ingin anaknya dihukum akibat perbuatan anaknya sendiri disarankan lebih baik sang anak dididik sendiri atau ikut home school tanpa harus berinteraksi dan menyesuaikan dengan lingkungan dunia pendidikan formal.

Dan bagi para guru, hendaknya beberapa kejadian diatas menjadi sebuah bahan kajian tersendiri bahwa niat mulia untuk mencerdaskan bangsa saat ini mengandung resiko yang besar, pengabdian yang diberikan tidak sebanding dengan resiko yang diterima.

“Majulah terus pahlawan tanpa tanda jasa meskipun banyak resiko yang harus dihadapi”

0 komentar:

Post a Comment