Kewajiban seorang guru
adalah mendidik siswa-siswa yang diajar dengan ilmu pengetahuan, kedisiplinan, tingkah
laku dan moral sebagai bekal bagi siswa
untuk meraih masa depan yang baik bagi murid.
Berbagai macam tingkah
dan prilaku siswa yang harus dihadapi oleh para guru dalam melaksanakan proses
pendidikan, sehingga membuat para guru menerapkan berbagai macam cara yang
berbeda pada siswa didiknya. Bagi siswa yang mentaati aturan serta memiliki
disiplin tinggi akan berbeda dengan siswa yang bandel serta sering membuat
pelanggaran di sekolah.
Berkembangnya kebebasan
mengeluarkan pendapat diiringi dengan pesatnya kemajuan teknologi membuat terhalangnya
proses pendidikan yang diberikan oleh guru kepada murid sehingga terjadi degradasi
mental calon generasi penerus bangsa.
Pernyataan guru
sebagai pendidik agaknya kini sudah tidak berlaku lagi, hal ini disebabkan oleh
beberapa kejadian-kejadian yang sangat mengenaskan yang dialami oleh guru-guru
di negara tercinta kita ini.
Saat ini menjadi
seorang tenaga pendidik (guru) adalah sebuah profesi mulia dengan resiko
tinggi, yaitu resiko menjadi seorang terpidana karena mendidik muridnya dengan
keras atau bahkan seorang guru harus siap dianiaya oleh wali murid karena tidak
terima atas perlakuan tehadap anaknya.
Bagi mereka yang tidak setuju, tentu ini merupakan tindakan yang
berlebihan. Apalagi bagi mereka yang tumbuh di era 80-90 an. Guru mendidik
dengan cara agak keras seperti mencubit, memukul, atau menjemur adalah sesuatu
yang lumrah. Selama itu dalam batas wajar tentunya.
“Waktu saya sekolah dulu orangtua saya sering datang berterima
kasih kepada guru jika guru menghukum saya. Sekarang moral rontok,” ujar pakar hukum, Mahfud MD ikut berkomentar via akun Twitternya
beberapa waktu yang lalu.
Berikut
ini adalah beberapa kejadian yang menimpa profesi guru dalam menjalankan
tugasnya:
1. Guru dianiaya wali murid dan siswanya.
Seorang guru Sekolah
Menengah Kejuruan Negeri 2 Makassar, Dasrul, dianiaya orang tua murid. Insiden
pemukulan berawal saat siswa sekolah itu MAS, 15 tahun, ditegur oleh Dasrul
saat mengikuti pelajaran gambar teknik. Saat itu, MAS tak membawa alat gambar.
MAS lalu kembali masuk ke ruangan tapi langsung dimarahi oleh gurunya.
Saat itulah, Dasrul lalu
memukul siswanya tepat di bagian muka. Akibat pemukulan gurunya, MAS mengalami
luka memar di pipi kiri dan batang hidungnya. MAS lalu menghubungi ayahnya,
Adnan Achmad, 43 tahun, dan menceritakan kejadian yang dialaminya di sekolah.
Adnan yang mendapat kabar
itu langsung menuju sekolah anaknya. Kebetulan di halaman sekolah sudah ada
Dasrul yang langsung menemui Adnan. Cekcok mulutpun tidak bisa dihindari dan
Wali murid beserta anaknya langsung menganiaya guru.Akibat pengeroyokan
tersebut, Dasrul mengalami luka-luka akibat penganiayaan dan melaporkan
kejadian tersebut pada pihak berwajib.
2. Guru Samhudi dituntut 6 bulan penjara karena
mencubit siswanya
Guru asal Sidoarjo, Jawa Timur, Muhammad
Samhudi dibawa ke meja hijau setelah dlaporkan karena mencubit muridnya.
Kejadian
tersebut berawal ketika Samhudi menghukum muridnya yang tidak mengerjakan
shalat dhuha di sekolah, akitanya orang tua murid tidak terima dan melaporkan
Samhudi ke pihak kepolisian. Saat ini Samhudi dalam
proses menjalani siding tuntutan dan menunggu vonis dari pengadilan.
3. Guru SD diadili karena pukul muridnya pakai penggaris.
Pada Juli 2010, Rahman, seorang
guru di sebuah SD di Banyuwangi, Jawa Timur, harus berurusan dengan pengadilan
setelah memukul anak didiknya menggunakan penggaris.
Kejadian bermula ketika Rahman melihat siswinya
menangis setelah dipukul dan ditendang oleh temannya. Ternyata yang mengalami
hal tersebut ada juga 3 siswi lainnya. Lantas Rahman memanggil siswa yang
melakukan hal tersebut dan meminta berdiri di depan kelas. Setelah ditanya,
siswa tersebut mengakui perbuatannya.
Berniat menghukum siswa itu, Rahman lalu memukul
kaki siswa tersebut dengan penggaris. Pulang sekolah, si siswa itu melapor ke
ibunya dan ibunya tidak terima. Atas hal ini, pihak keluarga melaporkan kasus
ini ke polisi. Jaksa lalu mendakwa Rahman dengan UU Perlindungan Anak. Dengan
bukti-bukti yang ada, jaksa menuntut Rahman untuk dipenjara selama 5 bulan.
Tapi beruntung bagi Rahman, majelis hakim
berpendapat lain. Menurut majelis hakim, pemberian sanksi berupa pemukulan pada
betis kanan dan kiri bagian belakang dengan menggunakan penggaris kayu masih
sesuai dengan kaedah pendidikan. Setelah dipertimbangkan, majelis hakim
memutuskan untuk membebaskan sang guru.
Sebelumnya pihak sekolah juga sudah berusaha
mempertemukan masalah ini lewat jalur mediasi. Dalam pertemuan itu, Rahman
telah meminta maaf kepada keluarga siswa tersebut tapi keluarga siswa memilih
mengambil langkah hukum.
4. Guru honorer diadili karena mencukur rambut muridnya.
Aop Saopudin, seorang guru honorer SDN Penjalin Kidul V,
Majalengka, Jawa Barat harus berurusan dengan hukum hanya gara-gara mencukur rambut
murid didiknya.
Kejadian konyol ini terjadi pada Maret 2012. Saat itu, Aop Saopudin melakukan razia rambut gondrong. Dalam razia itu, didapati 4 siswa yang berambut gondrong yaitu AN, M, MR dan THS. Aop lalu melakukan tindakan disiplin dengan memotong rambut THS ala kadarnya sehingga gundul tidak beraturan.
Kejadian konyol ini terjadi pada Maret 2012. Saat itu, Aop Saopudin melakukan razia rambut gondrong. Dalam razia itu, didapati 4 siswa yang berambut gondrong yaitu AN, M, MR dan THS. Aop lalu melakukan tindakan disiplin dengan memotong rambut THS ala kadarnya sehingga gundul tidak beraturan.
Sepulang sekolah, THS menceritakan hukumannya itu ke
orangtuanya, Iwan Himawan. Atas laporan itu, Iwan tidak terima dan mendatangi
sekolah. Iwan marah-marah dan mengancam balik Aop. Gilanya lagi, Iwan mencukur
balik rambut sang guru sebagai tindakan balasan.
Namun tak puas sampai disitu saja, Iwan juga
melaporkan Aop ke pihak berwajib. Guru honorer itu pun dikenakan pasal berlapis
yaitu tentan Perlindungan Anak dan tentang Perbuatan Tidak Menyenangkan. Atas
tuntutan itu, pengadilan negeri akhirnya menjatuhkan hukuman percobaan. Yaitu
dalam waktu 6 bulan setelah vonis jika tidak mengulangi perbuatan pidana, maka
tidak dipenjara. Tapi jika berbuat pidana, maka langsung dipenjara selama 3
bulan.
Namun beruntung bagi sang guru. Setelah mengajukan
kasasi, Mahkamah Agung membebaskan Aop dari semua dakwaan dan menyatakan apa
yang dilakukan Aop tidak melanggar hukum apa pun.
Tiga hakim agung yaitu Salman Luthan, Syarifuddin,
dan Margono menyatakan Aop sebagai guru mempunyai tugas untuk mendisiplinkan
siswa yang rambutnya sudah gondrong.
Apa yang dilakukan Aop sudah menjadi tugasnya dan
bukan merupakan suatu tindak pidana. Oleh karena itu, Aop tidak dapat dijatuhi
pidana karena bertujuan untuk mendidik.
5. Guru SMP harus mendekam dipenjara gara-gara mencubit muridnya.
Nurmayani Guru biologi SMPN 1 Bantaeng, Sulawesi Selatan,
dipenjara karena mencubit murid didiknya. Kejadian ini bermula saat Agustus
2015 silam, Nurmayani memanggil dua orang siswi bernama Tiara dan Virgin ke
ruangan Bimbingan Konseling karena bermain air sisa pel lantai.
Saat berada di ruang BK, Nurmayani langsung
menghukum keduanya. Ia lantas mencubit kedua paha Tiara. Namun Tiara mengaku
guru biologi itu tak hanya mencubit, tetapi juga memukul dada dan pipi Tiara.
Nurmayani juga menyebut Tiara sebagai anak setan.
Tak terima dengan hukuman sang guru, Tiara pun mengadu kepada ayahnya yang merupakan anggota polisi. Akhirnya ayah Tiara, Ipda Irwan Efendi melaporkan perbuatan Nurmayani kepada Polres Bantaeng.
Tak terima dengan hukuman sang guru, Tiara pun mengadu kepada ayahnya yang merupakan anggota polisi. Akhirnya ayah Tiara, Ipda Irwan Efendi melaporkan perbuatan Nurmayani kepada Polres Bantaeng.
Pihak Kepolisian awalnya sudah mengupayakan mediasi
namun keduanya menolak dengan cara damai sehingga kasus ini dilanjutkan sampai
ke jaksa. Sang guru akhirnya menjadi tahanan titipan Kejaksaan Negeri Bantaeng
di rutan sejak Kamis (12/5), sambil menunggu kasusnya disidangkan di
pengadilan.
6. Pak Guru Arsal masuk jeruji besi akibat menghukum muridnya.
Setelah Nurmayani dipenjara, kini giliran guru Pendidikan Agama
Islam di SMP Negeri 3 Bantaeng, Muhammad Arsal masuk ke jeruji besi. Kasus
Arsal, sama dengan Nurmayani, sama-sama diduga melakukan tindak kekerasan
terhadap anak didik di sekolah.
Kejadiannya bermula pada Februari 2016 lalu, ketika itu Arsal mengajari siswanya tata cara salat termasuk siswa bernama Israq. Namun Israq membuat ulah yang menimbulkan kegaduhan dan mengganggu siswa lainnya. Akibatnya sang guru kesal dan menghukum Israq dengan cara memukulnya.
Kejadiannya bermula pada Februari 2016 lalu, ketika itu Arsal mengajari siswanya tata cara salat termasuk siswa bernama Israq. Namun Israq membuat ulah yang menimbulkan kegaduhan dan mengganggu siswa lainnya. Akibatnya sang guru kesal dan menghukum Israq dengan cara memukulnya.
Tak terima, orangtua Israq akhirnya melaporkan
perbuatan Arsal kepada pihak berwajib. Pasalnya dari hasil visum, membuktikan
jika terjadi pemukulan yang membuat luka di bagian mulut. Berbagai upaya mediasi sudah dilakukan pihak
kepolisian, namun pihak orangtua siswa Israq tetap menolak. Pak guru Arsal pun
kini harus tetap menjalani proses hukum.
Dari
beberapa kejadian tersebut mari kita renungkan, mengapa sampai terjadi hal
seperti beberapa kejadian itu?
Perananan
orang tua / wali muridlah yang menjadi kunci, jika orang tua menyerahkan
pendidikan sepenuhnya kepada sekolah, maka kejadian-kejadian seperti ini tidak
perlu terjadi. Sebelum anak-anak
mengenyam pendidikan atau masuk sekolah, orang tua pasti lebih mengetahui
karakter dan tingkah laku anaknya masing-masing sehingga sebagai orang tua
harus rela dan menerima jika anaknya yang berprilaku nakal/bandel mendapat
hukuman karena melanggar peraturan/berbuat onar, seperti kata pepatah tidak
mungkin ada asap jika tidak ada api.
Sebagai
orang tua jika menyadari prilaku anak tidak baik/nakal tetapi orang tua tidak
ingin anaknya dihukum akibat perbuatan anaknya sendiri disarankan lebih baik
sang anak dididik sendiri atau ikut home school tanpa harus berinteraksi
dan menyesuaikan dengan lingkungan dunia pendidikan formal.
Dan bagi
para guru, hendaknya beberapa kejadian diatas menjadi sebuah bahan kajian
tersendiri bahwa niat mulia untuk mencerdaskan bangsa saat ini mengandung
resiko yang besar, pengabdian yang diberikan tidak sebanding dengan resiko yang
diterima.
“Majulah terus pahlawan
tanpa tanda jasa meskipun banyak resiko yang harus dihadapi”
0 komentar:
Post a Comment